INILAH.COM,Jakarta - Menurunnya animo masyarakat untuk ber-KB (Keluarga Berencana) dan tingginya angka kematian ibu melahirkan di negeri ini, membuat berbagai kalangan prihatin.
Memang sejak era reformasi bergulir, gebyar program KB dirasakan menurun, bahkan nyaris tak terdengar. Karenanya, diperlukan revitalisasi dari berbagai kalangan, agar program keluarga berencana kembali bangkit dan terdengar gaungnya.
Berdasarkan hasil sensus 2010, jumlah penduduk Indonesia berjumlah 237,4 juta jiwa, dan kalau tidak diperhatikan akan meledak menjadi 350,5 juta jiwa pada 2050. “Kita harus menggerakkan kembali keberhasilan program KB seperti dulu. Bila tidak, kondisi kependudukan di Indonesia semakin gawat,” ungkap Subagyo, Plt Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencan (BKKBN), di sela-sela Peluncuran Laporan Situasi Kependudukan Dunia Tahun 2012 di Jakarta, Rabu (14/11).
Menurutnya, masalah yang dihadapi program KB saat ini antara lain karena minimnya tenaga penyuluh lapangan keluarga berencana (PLKB) di seluruh Indonesia. “Pada masa Orde Baru angka PLKB mencapai sekitar 50.000 orang. Saat ini tinggal separuhnya hanya 21.000 orang,” ujar Subagyo. Untuk itu, lanjutnya, semua pihak hendaknya bekerja sama bergandengan tangan, agar ledakan penduduk tidak terjadi di negeri ini.
Dalam diskusi hasil kerjasama BKKBN dan UNFPA, Prof. dr. Ascobat Gani MPH dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia menyatakan, program KB tidak hanya berfungsi untuk menekan jumlah kelahiran, tapi juga membentuk mutu modal, dan meningkat perekonomian.
"Negara Bangladesh, Afrika dulu banyak belajar dari kita. Namun setelah reformasi arahnya tidak jelas, seperti halnya posyandu. Program KB atau Posyandu dianggap jelek karena bagian program masa lalu," katanya.
Ia memandang perlunya komitmen masyarakat. Juga harus lebih ditingkatkan lagi memberikan pengertian KB ditransformsikan dalam arti keluarga kecil keluarga sejahtera. "Ada komitmen, dari media, NGO (lembaga swadaya masyarakat), jadi gerakan sosial," tuturnya.
Sementara itu Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan Ninuk Widyantoro mengatakan BKKBN beberapa tahun belakangan ini cukup banyak melakukan berbagai perubahan, termasuk mengubah mindset agar KB menjadi suatu kebutuhan.
Namun, dana untuk memberikan informasi soal KB secara komprehensif masih sangat minim. Selain itu kurangnya SDM yang bisa memberikan konseling, mengakibatkan kaum perempuan kehilangan haknya untuk mendapatkan informasi yang utuh, akibatnya pilihan kontrasepsi yang dipakai tidak tepat, dan tidak sesuai dengan kondisi tubuhnya.
“Misalnya efek hormonal dari kontrasepsi, seharusnya dipastikan cocok untuk akseptor. Selama ini yang dilatih BKKBN hanya dokter dan bidan saja, padahal pelatihan konseling juga sangat penting. Kita jangan meremehkan pemberdayaan melalui informasi dan konseling,” ungkapnya.
Harus perhatikan hak perempuan
Sosialisasi program KB perlu lebih memperhatikan hak-hak asasi perempuan agar tidak berorientasi pencapaian target-target angka, namun juga lebih memperhatikan kualitas pelayanan KB itu sendiri.
"Saat ini kaum perempuan masih menjadi target utama kepesertaan KB. Sejumlah upaya dilakukan untuk mencapai target peningkatan jumlah akseptor, namun masih mengesampingkan kualitas dan perhatian terhadap hak kaum perempuan dalam pelaksanaannya," ungkap Ninuk.
Menurutnya, perempuan harus memilih sendiri tentang cara KB yang diinginkan. Misalnya pake kalender meskipun yang bersangkutan harus belajar apalagi kalau haid tidak teratur. Selama ini dipilihkan bukan memilih sendiri. "Selama ini perempuan yang menguasai pasangan, suami, dokter, petugas KB. Perempuan dengan izin suami. Ini pelanggaran HAM," katanya. [mdr]
Anda sedang membaca artikel tentang
Program KB 'Mati', Jumlah Penduduk Tak Terkendali
Dengan url
http://seoprimitif.blogspot.com/2012/11/program-kb-jumlah-penduduk-tak.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Program KB 'Mati', Jumlah Penduduk Tak Terkendali
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Program KB 'Mati', Jumlah Penduduk Tak Terkendali
sebagai sumbernya
Posting Komentar